Pembahasan Mengenai Murabahah Menurut Ahli
Assalamu’alaikum.
Kembali lagi pada artikel
Icalan01. Kali ini kita akan membahas mengenai pembahasan yang cukup dalam
tentang murabahah yang bersumber dari
berbagai ahli atau referensi.
Definisi:
Menurut Ibni Rusyd dalam Herry
Sutanto dan Khaerul Umam (2013), murabahah
adalah:
“Murabahah adalah akad jual beli barang atas barang tertentu, yaitu
penjual menyebutkan dengan jelas barang yang diperjual belikan, termasuk harga
pembelian barang kepada pembeli, kemudian ia mensyaratkan atasnya laba/
keuntungan dalam jumlah tertentu.”
Sedangkan menurut Herry Sutanto
dan Khaerul Umam (2013), murabahah
adalah:
“Murabahah adalah akad jual beli antara bank selaku penyedia
barang, dan nasabah yang memesan untuk membeli barang dagang. Bank memperoleh
keuntungan yang disepakati bersama. Berdasarkan akad jual beli dimaksud, bank
membeli barang yang dipesan dan menjualnya kepada nasabah. Harga jual bank
adalah harga beli dan supplier
ditambah keuntungan yang disepakati. Oleh karena itu, nasabah mengetahui
besarnya keuntungan yang diambil bank. Cara pembayaran dan jangka waktunya
disepakati bersama, dapat secara lumpsum
ataupun dengan cara angsuran.”
Adapun murabahah menurut Muhammad Ibn Ahmad Ibnu Muhammad Ibn Rusyd dalam Muhammad
Sayfi’i Antonio (2001) adalah:
“Bai’ al-murabahah adalah jual beli barang pada harga asal dengan
tambahan keuntungan yang disepakati.”
Dasar Hukum Pembiayaan Murabahah:
Secara umum murabahah merupakan perbuatan muamalah yang mana menurut Herry Sutanto
dan Khaerul Umam (2013):
“Perbuatan muamalah adalah semua
perbuatan yang bersifat duniawi yang hukum asalnya adalah mubah, yaitu boleh
dan dapat dilakukan dengan bebas, sepanjang tidak ada larangan di dalam
Al-Quran dan hadis, dan tidak bertentangan dengan aturan-aturan akhlak.”
Murabahah merupakan suatu akad yang pada prinsipnya menganut sistem
jual beli. Herry Sutanto dan Khaerul Umam (2013) menyatakan bahwa:
“Murabahah merupakan bagian dari jual beli. Sistem ini mendominasi
produk-produk yang ada di semua bank Islam. Jual beli merupakan salah satu
sarana tolong-menolong antara sesama umat manusia yang diridai oleh Allah SWT.”
Salah satu dalil yang
memperbolehkan jual beli sebagai prinsip dasar murabahah adalah surat Al-Baqarah
ayat 275 yang artinya:
“Orang-orang yang memakan riba
tidak dapat berdiri, melainkan seperti orang berdirinya orang yang kemasukan
setan karena gila. Yang demikian itu karena mereka berkata bahwa jual beli sama
dengan riba. Padahal, Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.
Barang siapa mendapatkan peringatan dari Tuhannya, lalu dia berhenti, maka apa
yang telah diperolehnya dahulu menjadi miliknya dan urusannya (terserah) kepada
Allah. Barang siapa yang mengulangi, maka mereka itu penghuni neraka, mereka
kekal di dalamnya.”
Adapun dalil lain yang
memperbolehkannya murabahah adalah hadits riwayat Ibnu Majah dalam Muhammad
Syafi’i Antonio (2001):
“Tiga hal yang di dalamnya
terdapat keberkahan: jual beli secara tangguh, muqaradhah (mudharabah),
dan mencampur gandum dengan tepung untuk keperluan rumah bukan untuk dijual.”
Rukun dan Syarat Pembiayaan Murabahah:
Karena prinsip dasar dari murabahah adalah jual beli, maka secara
umum rukun dan syaratnya pun mengikuti rukun dan syarat dari jual beli dalam
muamalah Islam. Adapun menurut Hendi Suhendi (2010), rukun dari jual beli
adalah:
“Rukun jual beli ada tiga, yaitu
akad (ijab kabul), orang-orang yang berakad (penjual dan pembeli), dan ma’kud ‘alaih (objek akad)”
Sedangkan syarat murabahah menurut Muhammad Syafi’i
Antonio (2001) adalah sebagai berikut:
“a). Penjual memberi tahu biaya
modal kepada nasabah. b). Kontrak pertama harus sah sesuai dengan rukun yang
ditetapkan. c). Kontrak harus bebas dari riba. d). Penjual haris menjelaskan
kepada pembeli bila terjadi cacat atas barang sesudah pembelian. e). Penjual
harus menyampaikan semua hal yang berkaitan dengan pembelian, misalnya jika
pembelian dilakukan secara utang. Secara prinsip, jika syarat dalam (a), (d),
dan (e) tidak terpenuhi, pembeli memiliki pilihan: a). Melanjutkan pembelian
seperti apa adanya. b). Kembali kepaada penjual dan menyatakan ketidak setujuan
atas barang yang dijual. c). Membatalkan kontrak.”
Murabahah Kepada
Pemesan Pembelian (KPP):
Menurut Muhammad Syafi’i Antonio
(2001):
“Jual beli secara al-murabahah di atas hanya untuk barang
atau produk yang telah dikuasai atau dimiliki oleh penjual pada waktu negosiasi
dan berkontrak. Bila produk tersebut tidak dimiliki oleh penjual, sistem yang
digunakan adalah murabahah kepada pemesan
pembelian (KPP). Hal ini dinakan
demikian kaena si penjual semata-mata mengadakan barang untuk memenuhi
kebutuhan si pembeli yang memesannya. Secara lengkap, sistem jual beli ini
dapat dijelaskan sebagai berikut.”
Adapun menurut Muhammad Syafi’i
Antonio (2001), tujuan murabahah
kepada pemesan pembelian (KPP) adalah:
“Ide tentang jual beli murabahah KKP tampaknya berakar pada dua
alasan berikut: Pertama, mencari
pengalaman. Satu pihak yang berkontrak (pemesan pembelian) meminta pihak lain
(pembeli) untuk membeli sebuah aset. Pemesan berjanji untuk ganti membeli aset
tersebut dan memberinya keuntungan. Pemesan memilih sitsem pembelian ini yang
biasanya dilakukan secara kredit, lebih karena ingin mencari informasi
dibanding alasan kebutuhan yang mendesak terhadap aset tersebut. Kedua, mencari pembiayaan. dalam operasi
perbankan syariah, motif pemenuhan pengadaan aset atau modal kerja merupakan
alasan utama yang mendorong datang ke bank. Pada gilirannya, pembiayaan yang
diberikan akan membantu memperlancar arus kas(cash flow) yang
bersangkutan. Cara menjual secara kredit sebenarnya bukan bagian dari syarat
sistem murabahah atau murabahah KPP. Meskipun demikian,
transaksi secara angsuran ini mendominasi praktik pelaksaan kedua jenis murabahah tersebut. Hal ini memang
karena seseorang tidak akan datang ke bank kecuali untuk mendapat kredit dan
membayar secara angsur.”
Nah artikel pembahasan ini kami
cukupkan sampai di sini. Akhir kata semoga bermanfaat dan sampai jumpa.
Wassalamu’alaikum.