Mengenal Gharar dan Maysir dalam Ekonomi Islam Menurut Ahli
Assalamu’alaikum.
Kembali lagi pada artikel
Icalan01. Kali ini kita akan membahas mengenai gharar dan maysir menurut
para ahli.
Gharar
Iggi (2000) menyamakan gharar dengan risiko, adapun Iggi
menyatakan bahwa:
“Adalah sunnah yang memberikan
pelarangan lebih lanjut, yakni perihal transaksi gharar, yang diterjemahkan sebagai risiko atau juga hazard.
Kata-kata gharar sendiri tidak
pernah disebutkan dalam Al-Qur’an.”
Salah satu dalil yang melarang
adanya gharar adalah hadist Rasulullah SAW yang berbunyi:
“Dilarang menjual ikan dalam
laut, yang seperti itu gharar” (HR. Ibn Hambal).
Namun menurut Yoyok (2017) tak
semua gharar terlarang. Menurut Yusuf
Al Subaily dalam Yoyok (2017) menjelaskan hubungan antara gharar dengan mukhatarah
(spekulasi), beliau mengatakan bahwa mukhatarah
lebih umum daripada gharar; dimana mukhatarah dibagi dua, yaitu: mukhatarah karena ketidakjelasaan barang atau harga. Mukhatarah jenis ini termasuk gharar.
Kedua mukhatarah yang disebabkan oleh karena pelaku akad belum dapat
memastikan keuntungan dari akad niaga mereka lakukan, akan tetapi barang dan
harganya jelas bagi mereka, yang tidak jelas apakah akad niaga ini akan
mendatangkan keuntungan besar atau sebaliknya. Mukhatarah jenis ini dibolehkan dan tidak termasuk gharar karena seluruh akad niaga tidak
terlepas dari mukhatarah jenis ini.
***********************************************************
Maysir
Iggi (2000) mendefinisikan maysir sebagai judi. Iggi menyatakan
bahwa perjudian termasuk jenis lain memperoleh harta dengan cara yang ngawur,
dan sangat tegas ditentang oleh Al-Qur’an.
Salah satu dalil yang melarang
adanya maysir adalah surat Al-Ma’idah ayat 90-91 yang berbunyi:
“Sesungguhya meminum khamar,
judi, dan berkorban untuk berhala adalah perbuatan keji termasuk perbuatan
setan. Setan itu hendak menimbyulkan permusuhan lantaran meminum khamar dan
berjudi itu.” (QS. 5: 90-91).
Ayat tersebut mengungkapkan pula
alasan pelarangan perjudian, yaitu menimbulkan permusuhan dalam hubungan
sosial.
Yoyok (2017) menyatakan bahwa maysir dibagi menjadi dua, yaitu maysir yang diharamkan karena karena
mengandung unsur qimar
(ketidakjelasan dalam permainan), misalnya: dua orang atau lebih melakukan
sebuah permainan dan masing-masing mengeluarkan sejumlah uang dengan syarat
yang keluar sebagai pemenang dari permainan tersebut mengambil seluruh uang.
Atau dua orang atau lebih melakukan taruhan, dengan menyatakan jika yang keluar
sebagai pemenang kesebelasan yang saya unggulkan maka anda harus membayar
sekian dan jika sebaliknya maka saya bayar uang kepada anda sekalian.
Hal ini memenuhi syarat zero sum game. Kedua permainan yang
diharamkan sekalipun tidak disertai pembayaraan uang. Sebagian ulama salaf
ditanya tentang maysir, dia menjawab,
“segala bentuk permainan yang melalaikan dari shalat dan zikrullah termasuk maysir”.
Pendapat ini diperkuat oleh Ibnu
Taimiyah dan Ibnu Qoyyim serta mereka menukilnya dari mayoritas para ulama.
Menurut mereka sebab diharamkannya maysir
bukanlah karena mengandung unsur spekulasi, akan tetapi karena maysir melalaikan seseorang dari shalat,
zikrullah, dan menimbulkan kebencian
serta permusuhan.
Nah artikel ini kami cukupkan
sampai di sini, semoga bermanfaat untuk kita. Akhir kata, sampai jumpa.
Wassalamu’alaikum.